Pedoman Yang Sempat Terlupakan

“Kita hidup bukan untuk mencari masalah, tapi masalah itu ada agar kita bisa menemukan makna dan tujuan hidup”. Zafi masih bingung dengan pernyataan tersebut karena sudah banyak masalah yang dia dapatkan. Tetapi setelah masalah itu selesai, dia belum bisa menemukan makna dan hikmahnya. Dia belum menemukan jawaban mengapa masalah itu ada pada dirinya dan untuk apa masalah itu bagi dirinya ?. Pertanyaan itulah yang selalu membayang-bayangi dirinya. Yang dia tahu hanyalah masalah itu datang kemudian dia berusaha menyelesaikannya. Dan setelah masalah itu selesai, “selesai”. Hanya kata “selesai”, itu saja.

“Aku telah berumur 19 tahun. Itu bukan angka yang kecil. Aku telah besar. Aku bukan lagi anak kecil. Pengalaman hidupku sudah tak sedikit. Sudah banyak yang kualami. Bermacam-macam masalah telah kulewati. Tetapi sampai sekarang, sebuah pertanyaan besar dalam diriku belum juga bisa kujawab. Menurutku ini adalah sebuah masalah besar, “mengapa masalah datang kepadaku ?. Untuk apa masalah bagi diriku ?”. Aku tak habis pikir. Tapi, aku akan selalu berusaha untuk terus mencari jawabannya. Tanpa kenal lelah dan menyerah. Dan sekarang hanya tinggal jalani dan rasakan kehidupanku ini. Aku yakin, aku pasti bisa”.

Zafi memang bukan anak kecil. dia telah dewasa. Dia adalah laki-laki yang pantang menyerah. Laki-laki yang selalu berusaha keras. Berusaha mendapatkan apa yang dia inginkan. Banyak prestasi yang telah dia raih sampai lulus SMA telah membuktikannya. Sekarang, Zafi sudah menjadi mahasiswa. Dia sudah memasuki semester dua kuliah jurusan filsafat di salah satu universitas negeri di Jogjakarta. Ada yang mengatakan kalau filsafat itu banyak menggunakan pikiran. Mungkin kali ini dia harus menggunakan pikirannya lebih dalam untuk mendapatkan jawaban pertanyaan besar yang membingungkan dirinya tersebut.

Zafi bukan orang Jogja, dia berasal dari Malang. Ia tinggal di sebuah kos dekat kampusnya. Lingkungan di kosnya terasa asing baginya. Dia enggan bergaul dengan orang sekitarnya. Entah mengapa ia enggan bergaul dengan mereka, apakah karena budaya sekitar yang tidak cocok atau karena orang-orang sekitar kurang ramah kepadanya. Hal itu menjadikan tidak sedikit orang membicarakannya, bahkan membencinya. Tapi mungkin juga Zafi belum bisa beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Masalah interaksi dengan sesama manusia menurut Zafi sendiri belumlah jadi masalah besar bagi dirinya karena ia masih kurang lebih delapan bulan tinggal di sana.

Harga sewa kos dekat lingkungan kampus tentu lebih mahal daripada biasanya. Dan kini dia dihadapkan dengan masalah uang. Uang dari pamannya belum sampai karena kartu ATMnya masih bermasalah sejak dua bulan yang lalu. Uang dari pamannya itupun tidak banyak, belum cukup untuk membiayai semua kebutuhan hidupnya. Sejak kedua orang tua Zafi wafat empat bulan yang lalu, dia mendapat kiriman uang dari pamannya. Itupun tidak seberapa bila dibandingkan dengan kiriman dari orang tuanya ketika mereka masih hidup. Dan selama dua bulan ini dia harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, baik untuk keperluan kampus maupun untuk biaya sewa kos. Dia telah tiga bulan menunggak bayar sewa kos.

Otak Zafi saat ini harus lebih berputar untuk memikirkan masalah finansial tersebut. Bukan hanya pikirannya, tetapi seluruh uasahanya dia kerahkan. Bagaimana cara mengatasi masalah ini. Setelah beberapa hari, dia mendapat sedikit ide dan telah dia gunakan. Dia mencoba membuka usaha sendiri, berbeda dengan kebanyakan temannya yang mana mereka adalah anak-anak orang kaya. Mereka malas untuk berusaha sendiri. Mereka hanya bisa meminta-minta pada orang tua mereka yang sebagian besar adalah para pengusaha sukses atau para pejabat. Usahanya dimulai dengan menjual camilan atau makanan-makanan ringan di sekitar kampus. Tetapi setelah berjalan empat bulan, usaha kecil-kecilan yang ia jalani masih belum cukup untuk mengatasi masalah finansialnya.

Pikiran Zafi terus berputar dan berputar. Kadang tak sadar Zafi juga melamun bagaimana kelanjutan hidupnya esok. Saat beristirahat dengan menikmati wedang jahe di warung belakang kampus, Zafi mendengar lagu “Tombo Ati”, lagu yang sering dinyanyikan ayahnya ketika dia masih SMP. Lagu itu menjelaskan lima obat hati bagi seorang muslim ketika tertimpa masalah. Ayah dan keluarganya adalah orang-orang yang taat beragama. Ayah Zafi selalu mengajarinya tentang ajaran-ajaran agama Islam, salah satunya adalah lewat lagu. Dalam lagu “Tombo Ati” tersebut, ada lima obat secara psikis yang bisa mengatasi masalah atau meringankan beban-beban dalam hidup seorang muslim. Obat hati yang pertama adalah membaca Alqur’an beserta maknanya “Kaping pisan, moco Qur’an sak maknane” (yang pertama, baca Al-Qur’an serta maknanya). Mungkin ada benarnya lirik lagu tersebut dan tak ada salahnya jika Zafi mencobanya. Jadwal harian untuk membaca Alqur’an dibuat dan waktu setelah Maghrib ia pilih sebagai waktu yang tepat untuk rutinitas rohani ini. Zafi mulai membiasakan diri untuk membaca Alqur’an setelah Maghrib hingga waktu sholat Isya’ tiba. Karena waktu itu adalah waktu istirahatnya setelah melakukan berbagai kegiatan selama seharian baik untuk kuliah maupun pekerjaan dan usahanya.

Al-Qur’an yang ia gunakan disertai pula dengan terjemahannya. Mulai awal surat Al-Fatihah dibacanya dan kemudian terjemahannya. Zafi memang kurang mahir dalam bahasa Arab tapi keingintahuannya akan arti apa yang ia baca membuatnya selalu membaca terjemahan setiap ayat setelah dilantunkan. Zafi mulai rutin membaca Al-Qur’dan berusaha untuk membiasakannya. Setiap hari ia membaca Al-Qur’an sebanyak lima halaman atau seperempat juz. Pada hari kelima, ia sampai pada ayat 155-157 dari surat Al-Baqarah yang terjemahannya yaitu (155)Dan sungguhakan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.(156) (yaitu)orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan “Inna lillahi wa inna ilaihi rooji’uun”.(157) Mereka itulah yang mendapatkan keberkahan yang sempurna dan rahmat daru Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.

Ketika selesai membaca ayat dan tejemahan tersebut, Zafi mulai berpikir dan sadar. Bahwa hidup ini bukan miliknya. Dan apa-apa yang terjadi dalam kehidupan ini tentunya pasti telah ada yang menentukannya, Allah Yang Maha Kuasa telah mengatur kehidupan manusia dan segala ciptaanNya. Berbagai musibah yang ditimpakan kepada hambaNya, baik kepada jiwa maupun harta telah diatur olehNya. Semua kejadian dan ketentuan tersebut bukan tanpa makna, tujuan, dan hikmah. Ketiga hal itu akan dirasakan seorang hamba setelah hamba tersebut berhasil mengatasinya dan merenunginya lebih dalam juga menyadari, bahwa ini semua sudah ketentuan dari Allah SWT.

Zafi akhirnya semakin yakin dan beristiqomah dalam membaca Alqur’an. Zafi yakin bahwa ada banyak jawaban yang disediakan Al-Qur’an untuk mengatasi berbagai problematika kehidupan. Zafi berusaha agar tetap membaca Al-Qur’an setiap hari. Bahkan ia menambah waktunya pada sepertiga akhir malam untuk membaca kitab suci tersebut. Setiap kali Zafi mendapat masalah, dia mencari jawabannya dalam kitabullah yang mulia ini. Tak jarang pula ia mendapatkan jawaban dalam beberapa ayat yang dibacanya. Dia juga semakin taat beribadah dan hubungannya dengan orang-orang sekitar mulai membaik karena ia mulai rutin pergi ke masjid untuk melaksanakan sholat berjamaah. Dengan berjamaah ia bisa bersua dan saling menyapa dengan orang-orang sekitar serta para jamaah. Hubungan yang bagus ini juga menjadikan usaha kecilnya yang dulu kian berkembang. Camilan dan makanan-makanan ringan yang dijual kini mulai memikat banyak peminat, sehingga ia setiap hari berangkat lebih pagi untuk mengirim barang dagangannya kepada para pembeli.

Sepertiga malam terakhir di akhir semester dua saat selesai sholat, bacaan Zafi sampai pada juz empat belas di seperempat awal dan ia mengulangi dua ayat terakhir penutup surat Al-Hijr serta terjemahannya sebagai berikut: (98)Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud.(99)Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini. Zafi tersenyum lebar penuh rasa syukur ata apa yang ia rasakan saat ini. Ketenangan dalam menjalani hidup dirasakan, seakan-akan selalu ada yang membantunya setiap ia mendapati masalah. Walaupun tanpa kedua orang tuanya yang sudah meninggal, Zafi bisa menghidupi diri sendiri dengan dibantu kiriman uang dari pamannyasetiap bulan. Hubungannya dengan llingkungan sekitar dan teman-temannya yang dulunya renggang, kini mulai membaik. Zafi selalu berusaha dan akan tetap berusaha untuk berpegang teguh kepada Allah SWT; karena “Barang siapa berpegang teguh kepada(agama) Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus[QS.Ali Imron 101].

 eL-f@qir_eS-Salam

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.