Apakah Wanita Haid Bisa Mendapatkan Lailatul Qadar ?

Ibnu Hajar al Asqalani rahimahullah menuliskan sebuah hadist tentang permasalahan I’tikaf yaitu hadist no. 699:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ:- أَنَّ اَلنَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَعْتَكِفُ اَلْعَشْرَ اَلْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ, حَتَّى تَوَفَّاهُ اَللَّهُ, ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf disepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau diwafatkan oleh Allah. Lalu istri-istri beliau beri’tikaf setelah beliau wafat. (HR. Bukhari no. 2026 dan Muslim no. 1172)

Dahulu ketika  Rasulullah shallallahu alaihi wa salam akan melaksanakan i’tikaf, beliau meminta didirikan tenda di dalam masjid yang kemudian beliau akan tinggal dan berdiam di dalamnya untuk menyempurnakan khalwatnya bersama Allah SWT.

Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam selalu berada di dalam masjid (tendanya), tidak keluar kecuali untuk memenuhi hajat. Aisyah radhiallahu ‘anhu berkata, “Beliau tidak pulang ke rumah kecuali jika memiliki hajat jika sedang i’tikaf.” (HR. Bukhari, no. 2029, Muslim, no. 297)

Namun, banyak muslimah yang berkecil hati karena tidak bisa beri’tikaf di dalam masjid, kemudian menilai bahwa dia tidak akan mendapatkan keutamaan Lailatul Qadar. Benarkah demikian?

Perlu diketahui, ulama salaf telah sepakat berpendapat bahwa keutamaan Lailatul Qadar dapat diperoleh oleh siapa saja yang amalannya diterima pada malam itu.

Tidak ada perbedaan pendapat diantara para ulama mengenai perintah untuk keluar dari masjid bagi wanita yang mengalami haid. Sedangkan status wanita haid sama seperti pria yang sedang junub.  Seperti sabda Rasulullah  SAW yang diriwayatkan oleh Abu Dawud,

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إنِّي لَا أُحِلُّ الْمَسْجِدَ لِحَائِضٍ وَلَا جُنُبٍ. رَوَاهُ أَبُو دَاوُد وابن خزيمة وغيرهما

Aku tidak menghalalkan masjid bagi orang yang haid dan junub.” (HR. Abu Daud)

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Imam Ahmad, bagi wanita haid yang masih ingin beri’tikaf, jika suatu masjid tidak memiliki halaman yang luas, maka wanita haid itu harus pulang ke rumahnya. Ketika haidnya sudah selesai, maka ia boleh menyempurnakan kembali i’tikaf di masjid, serta meng-qadha hari-hari i’tikaf yang ditinggalkannya tanpa perlu membayar kafarat. Namun apabila masjidnya memiliki halaman yang luas serta memungkinkan untuk didirikan tenda, maka wanita haid diperbolehkan untuk mendirikan tenda dan melaksanakan i’tikaf disitu. Bahkan Al Kharqi mengemukakan pendapat berdasarkan pendapat Abu Qibalah bahwa wanita haid harus mendirikan tenda selama masa haid.

An-Nakha’i berkata, “Wanita yang sedang haid harus mendirikan tenda di rumahnya sendiri. Apabila telah suci maka tinggal membayar beberapa hari yang ditinggalkan. Namun jika memasuki rumah maka ia harus menghitung dari bilangan hari yang pertama.”

Dikuatkan lagi dalam kitab al Mugni oleh Ibnu Qudaimah  bahwa Az-Zuhri, Amr bin Dinar, Rabi’ah, Malik, dan Syafi’i mengatakan bahwa wanita haid harus kembali ke rumah, kemudian boleh kembali ke masjid jika telah sudci, sebab ketika itu ia wajib keluar dari masjid dan tidak wajib bertempat di tendanya, seperti halnya wanita yang sedang dalam masa iddah keluar untuk memenuhi kebutuhan atau khawatir ada fitnah.

Al Kharqi dalam hal ini berpedoman pada hadits yang diriwayatkan oleh Al Miqdam bin Syuraih dari Aisyah, ia berkata :

Jika kami haid pada saat melakukan i’tikaf maka Rasulullah SAW memerintahkan kami keluar dari masjid dan mendirikan beebrapa tenda di halaman luar masjid sampai suci,” ( HR. Abu Hafash)

Namun, pada dasarnya, berdiam diri di tenda bagi wanita haid hukumnya sunnah. Jika wanita haid ingin kembali ke rumahnya dan tidak berdiam diri di tenda, maka hal itu diperbolehkan, karena wanita haid keluar dari masjid atas izin syari’at. Ketika ia telah suci maka boleh kembali ke masjid unruk melanjutkan i’tikaf, lalu mengganti hari-hari i’tikaf yang ditinggalkan dengan tidak perlu membayar kafarat. Mengenai hal ini tidak ada ulama yang berbeda pendapaat, karena dalam hal ini keluar dari masjid merupakan udzur yang bersifat kebiasaan, sama seperti keluar sebab kencing dan buang air besar. Sedangkan menurut pendapat Ibrahim, hal itu ditangguhkan, karena tidak memiliki dalil.

Ibnu Rajab dalam kitabnya Lathoif Al Ma’arif (hal. 341) membawakan hadits dalam musnad Imam Ahmad, sunan An Nasai, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ

Di dalam bulan Ramadhan itu terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Siapa yang tidak mendapati malam tersebut, maka ia akan diharamkan mendapatkan   kebaikan.”(HR. An Nasai no. 2106, shahih)

Juwaibir pernah mengatakan bahwa dia pernah bertanya pada Adh Dhohak, “Bagaimana pendapatmu dengan wanita nifas, haidh, musafir dan orang yang tidur (namun hatinya tidak lalai dalam dzikir), apakah mereka bisa mendapatkan bagian dari lailatul qadar?” Adh Dhohak pun menjawab, “Iya, mereka tetap bisa mendapatkan bagian. Siapa saja yang Allah terima amalannya, dia akan mendapatkan bagian malam tersebut.” (Lathoif Al Ma’arif, hal. 341)

Berdasarkan hadits- hadits diatas, membuktikan bahwa Allah tidak pernah menyulitkan hambanya untuk beribadah dan meraih ridhonya, bahkan wanita haidh pun bisa meraih Lailatul Qadarnya dengan melaksanakan amalan selain sholat dan puasa seperti memperbanyak dzikir, bersholawat, memperbanyak doa, memperbanyak belajar ilmu agama, mendengarkan bacaan al Qur’an dan semacamnya . Anugerah Allah yang begitu besar tidak terbatas hanya pada satu atau dua orang saja. Perbanyaklah terus beribadah di akhir-akhir Ramadhan, maka semoga kita semua mendapatkan kemuliaan di malam Lailatul Qadar.

Wallahu a’lam bisshawab

 

Sumber :

Artikel Rumayso.com,

  1. Satria

Kitab Al Mughni jilid 4, oleh Ibnu Qudaimah

Penulis:  Gadis Tria Sahputri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.