: sebuah catatan buat meramaikan SYATA (Musyawarah Tahunan) IX HTQ UIN Maliki Malang.
Beberapa waktu lalu HTQ kembali memenuhi halaman berita di sebuah koran nasional. Ini bukan pertama kalinya HTQ diekspos media lokal hingga nasional. Keberadaan HTQ yang hanya bermula dari gerakan semaan dua-tiga mahasiswa pecinta Alquran, kini telah dikenal hampir di seluruh nusantara. Apalagi ketika gerakan “kecil” itu pada lima tahun belakangan telah diangkat menjadi bagian dari visi-misi kampus untuk go Internasional. Kesana-kemari pak rektor yang mengusung visi-misi itu “berkoar-koar” tentang keberadaan mahasiswa “berotak lebih” di kampus UIN Malang. Mahasiswa yang mampu menguasai Alquran dan berbagai disiplin ilmu sekaligus. Maka jadilah HTQ bak oase ditengah gurun. Banyak orang beramai-ramai datang dan menyaksikan HTQ. HTQ kini telah dikenal di masyarakat luas.
Sementara pada saat yang sama, mahasiswa yang mampu mewujudkan “koar-koar” pak rektor tidak lebih dari 10% atau 150an mahasiswa jika dibanding dengan 1500an anggota resmi HTQ. Tentu ini menjadi bahan renungan anggota HTQ bersama. Bagaimana support anggota HTQ untuk mensukseskan visi-misi yang mulia ini. Serta –kalau tidak berlebihan—- anggota HTQ ikut andil menjadi bagian dari kebangkitan islam di dunia intelektual.
Seperti strategi membesarkan organisasi pada umumnya, yang diperlukan HTQ saat ini adalah melangkah pada tahap selanjutnya. Setelah beberapa tahun pencarian eksistensi diri organisasi, kemudian dilanjutkan memperkenalkan visi-misi organisasi dan diakui masyarakat luas, seyogyanya HTQ memasuki masa perbaikan dan peningkatan kualitas organisasi.
Tahapan ini bisa dimulai dengan mengevaluasi kinerja organisasi selama beberapa periode untuk mendapatkan poin-poin dalam organisasi yang mana yang perlu untuk diperbaiki. Baik poin-poin yang inti dalam organisasi maupun poin tambahan yang berupa kegiatan pendukung dalam organisasi HTQ. HTQ memiliki spesialisasi bidang tahfidz Alquran, namun ada beberapa kegiatan pendukung untuk lebih memperkaya wawasan keAlquranan yang telah diagendakan dalam HTQ. Ada yang bersifat agenda mingguan, bulanan maupun tahunan.
Agenda inti yang langsung berhubungan dengan tahfidz Alquran tentu menjadi prioritas utama perbaikan. Semisal setoran dan murojaah harian. Ini wajib dimaksimalkan. Jangan sampai organisasi yang bergerak pada bidang tahfidz Alquran terjebak pada hiruk-pikuk organisasi atau peningkatan seni Alquran. Sehingga anggota yang seharusnya memiliki target selama kuliah mampu menyelesaikan hafalan Alquran menjadi tertunda karena sebab-sebab itu.
Lalu kemudian dalam memperbaiki kualitas organisasi ini perlu ingat pada kaidah: المحافظة على قديم الصالح والأخذ بالجديد الأصلح. Artinya anggota harus tetap melestarikan agenda yang benar-benar mendukung pada misi utama organisasi, juga harus mau mempertimbangkan mengambil hal-hal baru yang belum dilakukan oleh organisasi. Untuk mewujudkan organisasi yang lebih baik boleh juga mengambil keputusan ekstrim mengubah, membuang atau membongkar agenda-agenda yang kini ada. Asal itu semua masih dalam koridor musyawarah mufakat organisasi. Dan memiliki tujuan serta rencana strategi yang jelas ke depannya.
Penulis sedikit membayangkan andaikan tahapan kedua ini benar-benar disadari dan dilaksanakan dengan penuh semangat juang seperti awal adanya organisasi ini, betapa bangga dan bahagianya bila pendiri organisasi HTQ ini mengetahuinya.
HTQ tidak boleh stagnan. Organisasi yang baik adalah yang tetap bergerak. HTQ harus bergerak menuju babak kedua. Melanjutkan pekerjaan untuk mewujudkan mimpi our father, pak rektor menjadikan kampus yang banyak diisi oleh mereka yang hafal Alquran. Mahasiswanya, dosennya ataupun rektornya kelak.
Dalam momen SYATA ini, alangkah baiknya bila kita bergerak menuju babak kedua. Kita kerjakan dan selesaikan dengan baik agar kelak babak ketiga akan dikerjakan oleh generasi selanjutnya.
*Penulis, Ketua IKHFA’ (Ikatan Keluarga Hai’ah Tahfidhil Qur’an)