Masih berbicara tentang tadabbur A-Quran. Kali ini sedikit membahas tentang ketentraman hati, sebagaimana telah dijelaskan pada pembahasan yang lalu. Kebersihan dan kesucian hati merupakan faktor utama seorang hamba untuk bisa mentadabburi Al-Quran. Orang yang hatinya bersih akan mendapatkan nur/cahaya dari Allah. Sebaliknya, jika hati seorang hamba dipenuhi dengan hal-hal yang tidak terpuji, maka sulit sekali untuk mencapai hal diatas.
Sebagaimana perkataan Ibnu Athoillah As-Sakandary dalam kitabnya Al-Hikam :
كَيْفَ يَشْرِقُ قَلْبٌ، صُوَرُ الْأَكْوَانِ مُنْطَبِعَةٌ فِيْ مِرْاتِهِ. أَمْ كَيْفَ يَرْحَلُ إِلَى اللهِ وَهُوَ مُكَبَّلٌ بِشَهْوَتِهِ. أَمْ كَيْفَ يَطْمَعُ أَنْ يَدْخُلَ حَضْرَةَ اللهِ وَهُوَ لَمْ يَتَطَهَّرْ مِنْ جَنَابَةِ غَفْلَاتِهِ. أَمْ كَيْفَ يرَجْوُ أَنْ يَفْهَمَ دَقَائِقَ الأَسْرَارِ وَهُوَ لَمْ يَتُبْ مِنْ هَفْوَاتِهِ.
(Bagaimana hati akan bercahaya, jikalau hal-hal duniawi sudah melekat dalam cerminnya? Bagaimana ia akan menuju Allah, jikalau masih terikat dengan syahwat-syahwatnya? Bagaimana ia ingin memasuki hadiratNya, jikalau dia belum membersihkan dirinya dari lumuran kelalaian? Bagaimana ia berharap mampu memahami rahasia-rahasia, jikalau ia belum bertaubat dari kesalahan-kesalahannya)
Seperti yang diungkapkan pemateri, Ustadz Akhmad Muzakki, MA, bahwa Allah itu tidak menampakkan diriNya secara langsung. Adanya tanda-tandaNya seperti langit dan bumi menjadikanNya terhijab atau tertutup. Termasuk hati seorang hamba yang berlumuran dosa juga menjadi faktor terhalangnya berjumpa dengan Allah.
Imam Jafar As-Shodiq Rhadiyallahu Anhu berkata : Allah telah menampakkan diriNya kepada hambanya tetapi mereka tidak bisa melihatnya. Suatu hari ketika Imam Jafar As-Shodiq shalat, tiba-tiba beliau pingsan. Ketika itu, seseorang bertanya? Apa yang terjadi dengan anda? Imam Jafar As-Shodiq berkata : Saya sedang mengulang-ulang ayat (tadabbur) hingga saya bisa mendengarkan langsung dari mutakallim (Allah). As-Suhrawardi Rohimahullah berkata: Ketika itu lisan Imam Jafar As-Shodiq seperti pohon Musa ketika Allah memanggil Nabi Musa dan mengatakan bahwa : ” إني أنا الله”.
Barang siapa yang memahami maksud Allah sebagaimana yang telah difirmankan (Al-Quran), maka dia telah mentadabburinya.
Seperti syi’ir :
مَنْ يَفْهَمُ الْأَمْرَ فَذَاكَ الَّذِيْ # خَاطَبَهُ الرَّحْمنُ مِنْ كُلِّ عَيْن
ٍ
Barang siapa yang memahami suatu urusan (dalam Al-Quran), maka dialah orang yang diajak berbicara oleh Ar-Rahman (Allah) di setiap waktunya.
Allah subhanahu wata’ala menjadikan Al-Quran sebagai penggugah jiwa dan hati, yaitu dengan mentadabburi maknanya, mengikuti perintahnya dan menjauhi larangannya.
# Ciri-ciri tadabbur :
Seeorang yang mentadabburi Al-Quran hendaknya dia menyibukkan hatinya dengan berfikir dan memahami makna-maknanya. Ketika dia melakukan keteledoran(dalam memahami maknanya), mintalah ampunan kepada Allah. Ketika dia membaca” ayat tentang rahmat Allah”, hendaknya dia bergembira serta berharap akan rahmat tersebut. Ketika dia membaca “ayat tentang Azab Allah”, hendaknya dia meminta perlindungan kepadaNya.
Imam Muslim mentakhrij hadits dari Hudzaifah Radhiyallahu anhu. Dia berkata: Suatu malam, saya pernah shalat bersama Rosulullah. Beliau memulainya dengan Surah al-Baqarah, kemudian dilanjutkan Al-Imran dan diakhiri dengan An-Nisa’. Beliau membacanya dengan penuh penghayatan. Ketika beliau membaca ayat tentang ketentraman, maka beliau bertasbih. Ketika beliau membaca ayat tentang permohonan, maka beliau memohon kepada Allah. Dan ketika beliau membaca ayat tentang azab, maka beliau memohon ampunan kepada Allah.
Di beberapa ayat, Rosulullah mengajarkan kita untuk membaca doa-doa pendek dan zikir ketika kita membaca ayat-ayat tertentu. Seperti :
Dalam sebuah hadits disebutkan: Barang siapa membaca awal surah Ad-Dahr :
هَلْ أَتَى عَلَى اْلِإنْسَانِ حِيْنٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْئًا مَذْكُوْرًا
Maka ucapkanlah :
قَدْ مَضَى دَهْرٌ طَوِيْلٌ لَا إِنْسَانَ فِيْه
ِ
Jika sampai pada ayat :
يُدْخِلُ مَنْ يَشَاءُ فِيْ رَحْمَتِهِ
Maka ucapkanlah :
اَللَّهُمَّ أَدْخِلْنَا بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
Imam Abu Daud dan Imam Turmudzi juga mentakhrij mentakjrij hadits :
Barang siapa membaca akhir surah At-Tin :
أَلَيْسَ اللهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِيْنَ
Maka bacalah :
بَلَى وَأَنَا عَلَى ذَلِكَ مِنَ الشَّاهِدِيْنَ
Para ikwan fillah,dalam kajian kali ini pemateri lebih menekankan kepada keadaan spiritual seseorang jika ingin mentadabburi Al-Quran. Amal kebijakan yang tampak dari perbuatan-perbuatan angggota badan merupakan cerminan dari keadaan spiritual yang baik. Begitu sebaliknya, jika amal perbuatan anggota badan seseorang buruk, maka hal itu juga merupakan cerminan keadaan spiritual yang buruk. Keduanya saling terikat dan ada korelasinya.
Sudah saatnya kita intropeksi diri kita sendiri. Faktor apakah yang menyebabkan tertutupnya hati, sehingga tidak bisa melihat suatu hakikat yang berada di balik suatu rahasia. Jikalau hal ini dibiarkan, maka sulit rasanya bagi kita untuk merasakan “saripati” lezatnya mentadabburi Al-Quran.
Malang, 4 Maret 2015