Seperti yang telah ditulis Gus Maki bahwa pekan ini HTQ akan mengadakan Musyawarah Tahunan Anggota (SYATA) ke IX. Program SYATA adalah program thunan HTQ yang bertugas melaksanakan tiga acara penting. LPJ Pengurus, Pembahasan AD ART dan pemilihan Ketua Umum yang baru. Oleh karenanya SYATA menjadi sangat penting dan membutuhkan tidak hanya doa tapi partisipasi aktif dari seluruh anggota.
Lebih dari delapan tahun sejak berdirinya, HTQ telah banyak mengalami perubahan baik dari segi fisik fisik maupun non fisik. Perubahan fisik seperti adanya Kantor dan halaqah pribadi yang dulunya pernah berkantor di salah satu kamar anggota. Perubahan non fisik seperti kualitas dari setiap program kerja yang lebih berkembang dan bervariasi. Dan masih banyak lagi perubahan yang lain terutama sejak berubah nama dari JQH menjadi HTQ tahun 2009.
Dengan keadaan seperti itu mestinya HTQ sudah bertambah dewasa. Kedewasaan tersebut ditunjukkan dengan program kerja yang berjalan lancar. Namun, kenyataannya masih banyak lubang kecil harus ditutupi. Tetapi jika tidak akan bertambah besar. Salah satunya adalah kurangnya partisipasi aktif dari seluruh anggota.
Sebagai sebuah organisasi, HTQ masih dianggap sebagian anggota sebagai (ibaratnya) sebuah pesantren salaf ditengah kampus. Sebagaimana model pesantren salaf dimana seorang ketua atau kyai mempunyai kewenangan kuat untuk memberi instruksi dan tugas kepada santri. Hal itu berbeda jika dibandingkan pesantren modern. Anggapan seperti itu dapat menghambat perkembangan organisasi karena HTQ seperti milik sebagian orang. Sehingga anggota yang lain masih kurang partisipasinya.
Pernahkan kita tahu ada anggota HTQ yang hanya ingin setoran Al-Qur’an?. Itu tidak salah tapi kurang sempurna. Tetapi bayangkan jika semua anggota HTQ cuma ingin setoran? Lalu tidak ada yang mengurus sistemnya, bagaimana setorannya, kapan setorannya maka yang terjadi justru semrawut. Seperti yang sering kita dengar, Kebaikan yang tidak terorganisir akan dikalahkan keburukan yang terorganisir.
Untuk menuju HTQ yang lebih dewasa. Dewasa organisasinya dan dewasa anggotanya. dibutuhkan kesadaran kolektif dari semua anggota. Tidak menganggap HTQ hanya milik Pembina, milik Pengurus, milik IKHFA’ tetapi setiap anggota juga punya kewajiban mengembangkan HTQ. Agar tidak hanya bagus bungkusnya tapi busuk isinya, bagus di luar tapi rapuh di dalam. Jadikan SYATA sebagai momentum untuk menjadikan HTQ semakin Unggul, unggul dan unggul
HTQ, Daaiman fi Qolbi