Perumpamaan Dari Al-Qur’an (jilid 1)

Allah SWT memberikan berbagai perumpamaan kepada jiwa manusia agar mereka mengetahui apa yang tak terjangkau oleh pendengaran dan penglihatan lahiriah mereka melalui sesuatu yang dapat mereka saksikan. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT memulai dengan memberikan perumpamaan tentang kaum munafik. Firman-Nya :
apabila berjumpa dengan orang-orang beriman, mereka berkata, “Kami telah beriman.” Namun apabila kembali kepada setan-setan mereka, mereka berkata, ” Sesungguhnya kami satu pendirian dengan kalian. Kami hanya mengolok-olok mereka.” Alllah akan membalas olok-olok mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan. Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk. maka, perniagaan mereka tidak beruntung dan mereka pun tidak mendapat petunjuk. Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api. Setelah api itu menerangi sekelilingnya, Allah lenyapkan cahaya yang menyinari mereka serta membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu, dan buta. Mereka tidak kembail ke jalan yang benar.” (2 : 14-18)

1. Perumpamaan orang munafik


Bagai menyalakan api lalu dipadamkan

Orang munafik yang mengucapkan keimanan agar dianggap beriman oleh manusia laksana orang yang menyalakan apidan berjalan dalam naungan cahaya selama apinya menyala. Bila meninggalkan keimanan, ia pun berada dalam kegelapan seperti orang yang apinya padam. Akhirnya, ia tidak mendapat petunjuk dan tidak dapat melihat.
“Allah lenyapkan cahaya yang menyinari mereka”, maknanya : Allah melenyapkan keimanan yang telah mereka nyatakan dan “membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat” bermakna : Allah meninggalkan mereka dalam kesesatan sehingga mereka tidak bisa melihat petunjuk.

Perumpamaan sikap Yahudi terhadap Nabi
Ayat tersebut adalah perumpamaan sikap umat Yahudi terhadap Nabi Muhammad SAW. Mereka berada dalam kesulitan dan kegelapan yang sangat pekat serta menantikan jalan keluar dan cahaya. Mereka menantikan Nabi Muhammad SAW, mereka mengetahui bahwa itu benar, namun ketika beliau diutus mereka malah mendustakan dan mendengkinyakarena takut kehilangan kemuliaan dan mata pencaharian. Karena itu, Allah melenyapkan cahaya yang menyinari mereka. allah lenyapkan kenikmatan dalam hati mereka, sebagai hukuman atas sikap membangkang mereka. Allah SWT membiarkan mereka dalam kegelapan sehingga tidak bisa melihat petunjuk.
Maka seperti orang yang menyalakan api di padang yang luas dan tandus pada malam yang gelap gulita untuk mencari keselamatan. Ketika api telah bersinar, tiba-tiba api itu padam dan mereka pun berada dalam kegelapan. Demikianlah bangsa Yahudi. Sebelumnya mereka mengharapkan pertolongan agar selamat. Ketika orang yang mereka kenali sebagai penolong datang, mereka mengingkarinya. Allah SWT melaknat kaum Yahudi yang ingkar itu.
“Perniagaan mereka tidak beruntung” karena telah membeli sesuatu yang tak bernilai dengan  sesuatu yang tak ternilai. Sungguh buruk kerugian yang mereka peroleh.

Bagai orang terkena hujan badai
allah SWT berfirman, “Atau seperti (orang-orang yang tertimpa) hujan lebat dari langit disertai (banyak) kegelapan, guntur, dan kilat.” (2 : 19).
Kaum munafik yang mendustakan Al-Qur’an diibaratkan seperti kelompok orang yang singgah di gurun sahara di waktu malam. Hujan badai turun menimpa mereka. Al-Qur’an diserupakan dengan hujan, karena sebagaimana dalam hujan terdapat kehidupan manusia, dalam Al-Qur’an pun terdapat kehidupan dan manfaat bagi orang yang beriman. “Disertai (banyak) kegelapan, guntur, dan kilat” menunjukkan bahwa hujan tersebut disertai oleh keadaan gelap gulita, sambaran petir, dan kelebat kilat.

Menyumbat telinga dengan jari
Perumpamaan lainnya adalah firman Allah SWT, “Mereka menyumbat telinga mereka dengan jari-jari mereka ketika mendengar suara guntur karena takut mati.” (2 : 19).
Demikianlah perumpamaan orang munafik apanila mendengar bacaan Al-Qur’an dari Nabi Muhammad SAW. Ia menutup telinga karena benci, persis seperti orang yang menyumbat telinga ketika mendengar guntur karena takut mati. Orang munafik menyumbat telinga dan tidak mau mendengar suara Nabi SAW karena takut mendengar nasihat dan takut kalau indahnya bacaan beliau masuk ke dalam hati.

Sumber : Al-Tarmidzi, Al-Hakim. “Rahasia Perumpamaan dam Al-Qur’an dan Sunah”. Jakarta : Serambi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.