Resum Tafsir Surah Hud ayat 36

Tentu kita sudah tiada asing dengan kisah nabi yang satu ini. Nabi yang berdakwah begitu sangat lama, akan tetapi pengikutnya tak berbanding lurus dengan dakwahnya. Nabi yang umatnya, bahkan anaknya sendiri mendapat adzab yang begitu dahsyat di muka bumi ini. Benar, dialah nabi nuh. Kisah nya dalam al quran dijelaskan begitu indah dengan gaya bahasa yang mampu merasuki perasaan si pembaca.

Berikut ini adalah beberapa tafsiran kata dalam kisah Nabi Nuh yang diceritakan pada surat Hud ayat 36:

Falaa tabtais : kata ini memiliki sedikit persamaan dengan kata falaa takhafuun, akan tetapi dalam fala takhafun, kesedihan yang ada adalah spontan (tiba-tiba merasa sedih), tetapi pada fala tabtais maka kesedihan yang ada adalah disebabkan karena suatu masalah yang begitu berat sehingga kesedihan yang terasa pun juga sangat berat. Dalam hal ini kesedihan nabi nuh adalah saat diberitahu oleh Allah bahwasanya umatnya tidak akan banyak yang menerima dakwahnya dan beriman.

Bia’yunina wa wahyina : pada saat disuruh untuk membuat kapal, maka darimanakah ilmu nabi nuh membuat kapal, tidak lain dan tidak bukan adalah dari Allah swt, karena di daerah beliau yang dikelilingi banyak bukit sangat susah untuk ada banjir, dan penduduknya pun juga tidak begitu mengenal kapal.

Falaa tukhatibny : disini Allah menyuruh Nabi Nuh agar tidak ikut campur atas urusan umatnya yang membangkang, karena allah akan menenggelamkan mereka. Allah menyuruh begitu karena begitu besarnya cinta nabi nuh dengan umatnya.

Jaa a: berbeda dengan kata ataa, kata ja a memiliki subyek sesuatu yang begitu besar, penting dan berat. Sedangkan ataa untuk hal-hal yang biasa biasa saja. Dan hal yang berat disini yaitu adzzab allah swt.

Faro tannur : keadaan saat memsak air dalam ketel. Dimana air yang semuala tenang maka sedikit demi sedikit akan membludak/memancar ketika menguap begitu panas. Yaa, begitulah keadaan lingkungan nabi nuh, ibarat ketel keadaan disana sdikelilingi banyak gining dari segala arah, sehingga tidak memungkinkan untuk ada air (dalam jumlah banyak) yang masuk ke daerah tersebut. Sehingga mereka yang melihat nabi nuh membuat perahu, mengatakan beliau itu gila. Disinilah kehebatan al quran yang bisa menggambarkan kondisi yang begitu dahsyat hanya dengan dua kalimat, yaitu faarotanur.

Majreeha : dalam qiraat kita, biasa dibaca imalah. Disinilah alquran menggambarkan kondisi air yang ada saat terjadi banjir, yaitu layaknya lafadz ini yanng dibaca imalah. Yang menurut kebiasaan dibaca fathah,tiba tiba berubah menjadi “e”. Begitu juga air pada saat banjir bah. Air yang biasanya tenang maka menjadi layaknya imalah yang tidak datar (bergelombang dan penuh ombak). Sehingga al quran memberikan sensasi kita benar benar merasakan keadaan saat itu.

Yaa bunaiyya : panggilan kasih pada anak (duhai anak ku sayang) karena begitu cintanya nabi nuh pada anaknya.

Irkab ma’ana : idghom dari ba’ ke mim, dari lafadz itu seakan-akan dari kalimat itu nabi nuh benar benar ingin agar anaknya masuk kedalam kapal.

Yaa ardhu : perbedaan munada dengan yaa dan ayyuha, jika menggunakan ayyuha maka munada tersebut belum siap untuk melakukan suatu hal. Bila langsung menggunakan yaa, maka saat itu juga munada asudah siap sedia. Maka bumi pun ketika disuruh menyerap kembali air yang ada dia langsung siap.

Maa aki : adalah air yang baru dimiliki oleh bumi ketika terjadi banjir bndang, andai alloh berfirman maa’ maka air seluruh bumi akan diserap oleh bumi.

Bu’dan : ekspresi yang menggambarkan atas rasa puas ketika menghancurkan sesuatu (dalam bahasa malang : rasakno kon, entek kon)

Naada + qoola : menyatakan kesungguhan, dimana nuh ingin agar anaknya diselamatkan oleh allah, karena dia bukan keluarganya. Keluarga di dunia ada karena ikatan darah dan daging, akan tetapi keluarga agama adalah mereka yang seiman dalam ikatan islam. Dan keluarga dalam ikatan agama lah yang diselamatkan oleh allah dari banjir tersebut.

Innahu amalun : suatu bentuk yang bisa dibilang aneh bagi yang awam, dimana untuk menggambarkan seseorang biasanya menggunakan menggunakan isim fa’il, disini allah menggunakan isim mashdar. Menurut fadl samirai bahwa mwnwrangkan orang dengan sifat adalah orang itu benar benar perwujudan dari kata itu sendiri. Jadi dalam lafadz innahu amalun ghoiru sholih, anak nabi nuh itu benar benar melakukan perbuatan yang tidak sholih selama hidupnya.

Editor: Devisi Munaqosyah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.